Langsung ke konten utama

Semuanya Tua, Kecuali Mata




“Segala sesuatu yang ada padanya telah tampak sangat tua, kecuali matanya. Kedua matanya memiliki nuansa warna yang sama dengan warna lautan. Mata itu tampak bersinar riang serta tak tertaklukkan oleh apapun,” Lelaki Tua dan Laut – halaman dua.


The Old Man and The Sea (Lelaki Tua dan Laut) ditulis oleh Ernest Hemingway di Kuba pada 1952. Kemudian dibubukan setelah setahun kemudian dengan tebal 142 halaman. Ia adalah pengerang terkemuka sepanjang jaman. Ia mengawali karirnya sebagai wartawan sebelum sukses menjadi pengarang. Novella ini telah memenangkan beberapa penghargaan, diantaranya Pulitzer (1953), Award of Merit Medal dari American Academic of Letters (1953) dan Nobel Sastra (1954). Selain itu novel ini juga berhasil difilmkan berkali-kali. Penerbit dari novel ini PT. Serambi Ilmu Semesta, Cetakan: 1 (Februari 2015). ISBN:  978-6020290-028-3.

Lelaki Tua dan Laut berkisah tentang seorang nelayan tua Kuba untuk menangkap seekor ikan marlin raksasa. Ia adalah Santiago yang memancing ikan sendirian menggunakan perahu di perairan Arus Teluk. Laut menjadi saksi perjalanannya dalam menjalankan rutinitas sehari-hari sebagai nelayan. Ia sempat ditemani seorang anak lelaki dalam mencari ikan. Namun, di suatu hari anak lelaki itu harus pergi meninggalkannya ke perahu lain atas perintah ayahnya karena lelaki tua ini dianggap tidak beruntung mendapatkan ikan.

Anak kecil itu menemaninya berlayar sampai hari ke-40. Sementara lelaki tua itu pada hari ke 84 juga belum mendapatkan ikan. Hal itu disebut salao yang berarti nahas.

Lelaki tua itu membawa anak lelaki itu pada saat berumur lima tahun. Saat lelaki tua seusianya, ia sudah berada di belakang tiang layar, di sebuah kapal yang berlayar ke Afrika dan telah melihat singa-singa di sepanjang pantai malam hari.

***
Lelaki itu kurus kering dan pucat dengan kulit keriput berkerut-kerut di tengkuknya. Paparan sinar matahari tropis menimbulkan noda-noda cokelat dan juga radang kulit sehingga terlihat jelas di kedua pipinya. Di kedua tangannya pula terdapat bekas luka yang dalam akibat menarik beban berat dari tali yang dihela oleh seekor ikan besar.

Menurut Santiago – Laut itu baik hati dan begitu indah. Namun, laut juga dapat begitu kejam dan keganasan itu biasanya datang dengan tiba-tiba. Burung-burung yang sedang menukik ke dalam air dan berburu dengan suara kecilnya yang menyedihkan tampak seolah terlalu lembut untuk lautan. Burung-burung laut patut dikasiani, terutama yang kecil, berwarna gelap, yang hampir tidak bisa mendapatkan makan. Burung tersebut lebih keras hidupnya dari pada manusia, kecuali burung-burung perampok dan burung-burung yang kuat dan kasar.

Lelaki tua itu juga menyebut laut sebagai la mar sebutan dalam bahasa Spanyol saat mereka mencintainya. Lelaki tua itu selalu berfikir bahwa laut itu bersifat feminin dan sebagai sesuatu yang menyimpan kenangan-kenangan besar.

Di dalam kegelapan lelaki tua itu dapat merasakan bahwa pagi telah datang dan selama ia mendayung di dengarnya bunyi getaran ikan terbang yang meninggalkan air dan suara sepasang sayapnya yang mengembang saat mereka keluar dari kegelapan. Dia sangat suka ikan-ikan terbang seolah-olah dialah sahabatnya.

Saat matahari telah terbit secuil kisah dari laut dan lelaki tua terlihat akrab sebagaimana kita dapat merasakan yang mana perahu-perahu mulai terlihat menyebar melintasi arus. Sebelum hari benar-benar terang ia telah mengeluarkan umpan-umpannya dan menghanyutkannya bersama arus. Kali ini ia akan bekerja ditempat yang lebih jauh dimana kawanan Bonito dan Albacore berada. Umpan pertama diturunkan pada jarak 40 depa, umpan kedua 75 depa, yang ketiga dan keempat diturunkan ke dalam air yang biru pada jarak 100 dan 125 depa. Umpan yang digunakan adalah sarden-sarden segar.

Begitu mendapati matahari terbit sepenuhnya Santiago melihat pantulan cahaya dan tali-tali lurus di dalam kegelapan air dan menjaga umpannya yang ternyata umpannya belum  tersambar saatupun. Ia hanya berpikir bahwa setiap hari adalah hari baru, saat keberuntungan datang ia sudah siap.

Sepanjang hidup, sinar mentari fajar selalu menyakiti matanya. Pada petang hari ia dapat menatapnya langsung tanpa membuat pandangannya gelap, terlebih petang hari sinarnya sangat kuat.

Hingga hari ke 85 lelaki tua itu hanya mengikuti arus, lalu tidur dan menaruh jeratan tali di sekitar ibu jarinya. Sebentar kemudian dia mengamati tali-talinya dia melihat salah satu tongkat pengapung hijau turun ke dalam air dengan tajam. “Ya,” ujarnya. “Ya!” ia bergumam agar ikan tersebut memakannya. 

Lelaki itu merasakan tarikan lembut yang ringan kemudian tarikannya lebih kuat saat kepala sarden menjadi sulit untk dipecahkan dari pengait. Namun, kemudian tidak terasa apa-apa lagi. Banyak kejadian-kejadian lain yang menimpanya seperti kramnya tangan, kebas, umpan yang hampir habis, kelaparan dan lainnya.

Ia bermimpi ingin mendapatkan albacore sebagai umpan, namun ia tak kunjung dapat. Hingga akhirnya ia menjadi sering berbicara sendiri. Ia pun tidak tau kapan hal itu di mulai. Dia mungkin mulai berbicara sendiri saat anak lelaki itu pergi meninggalkannya. Tapi dia tidak ingat. Karena saat bersama Manolin - anak lelaki itu biasanya berbicara saat diperlukan. Sekarang, jika ada yang mengatakan ia gila, ia tak peduli, “toh aku juga tidak gila.”

Setelah melewati perjalanan panjang dibirunya laut dengan penuh pertarungan, akhirnya lelaki tua itu mendapatkan seekor marlin berukuran besar dengan perutnya yang berwarna perak. Pertarungan untuk mendapatkan marlin di mulai yang mana seruitnya mengenai sisi bahunya, kemudian mengenai jantungnya sehingga air laut berubah merah kecoklatan.

Ia membiarkan marlin tersebut terkapar yang kemudian dihanyutkan ombak di perairan.  Kemudian ia mengambil dua seruit lalu memegang kepalanya dengan tangannya sendiri. Karena ikan itu tidak juga luluh akhirnya lelaki itu menarik perahu untuk mendekatinya. Lalu diikatkanlah ikan tersebut di haluan, buritan serta di bagian tengah perahu. Ikan itu begitu besar hingga dia seakan mengikatkan sebuah perahu yang lebih besar di samping perahunya. Ia ingin menunjukan kepada DiMaggio untuk bangga padanya. Hingga pada akhirnya ikan itu menimbulkan pertarungan hebat kembali dengan ikan lainnya. Ya, kawanan hiu.


Pertama adalah hiu mako, berukuran sangat besar yang diciptakan untuk berenang sama cepatnya dengan ikan di lautan. Dan semua yang tercepat ada padanya tampak indah kecuali rahangnya. Saat kepala hiu keluar dari air dan punggungnya tampak di permukaan, si lelaki tua itu langsung menusukkan seruitnya ke kepala hiu, tepatnya di sebuah titik di mana garis di antara matanya berpotongan dengan garis yang lurus ke belakang dari hidungnya. Hiu itu memakan daging ikannya sekitar dua puluh kilo. Lelaki tua itu tidak suka lagi melihat ikan marlinnya cacat. Saat ikannya diserang seolah-olah dirinya yang diserang.

Kedua, hiu berhidung sekop. Dia datang seperti babi, karena mulutnya yang besar. Sehingga dengan mudah lelaki tua itu menusukkan pisau di ujung dayung ke otak hiu. Al hasil hiu pun tersentak ke belakang dan berguling jatuh perlahan dan tenggelam. Hal tersebut menimbulkan hiu lain bergerak hilir mudik dan datang kembali dengan rahang terbuka lebar. Menjadikan lelaki tua tersebut harus tetap waspada. Hingga akhirnya dia memastikan apakah hiu itu akan datang lagi atau tidak.

Setelah pukul sepuluh malam, rupanya kawanan hiu datang kembali. Menjadikan ia harus bertarung lagi. Dan kali ini ia tahu perlawanannya tak ada gunanya. Seekor hiu menerkam kepala ikan marlinnya dan dia menyadari sekarang sudah berakhir dan tidak ada kesempatan untuk mengulang. Dia meludah ke laut dan berkata’ “makan itu galano dan bermimipilah kalian telah membunuh seorang lelaki!”

Lelaki itu suka penyu hijau karena keanggunan yang dimilikinya, kecepatannya dan harganya yang tinggi. Banyak orang tidak mempunyai perasaaan terhadap penyu karena jantung penyu masih akan berdenyut selama empat jam setelah mereka dipotong dan dicincang. Telurnya yang putih memberi kekuatan dan biasa dimakan pada sepanjang Mei untuk memeperoleh kekuatan pada bulan September dan Oktober untuk menangkap ikan yang benar-benar besar. Lelaki tua itu berpikir bahwa kita sama-sama punya jantung, kaki dan tangan layaknya penyu. Meski merasa kasian ia juga pernah ikut memakannya.

Selepas membunuh ikan-ikan Santiago merasa menyesal. Ia selalu memikirkan semua hal. Hingga pada suatu hal ia berkata pada dirinya bahwa – kau tidak membunuh karena harga diri, tapi karena kau seorang nelayan. Kau mencintainya saat dia masih hidup dan kau mencintainya sesudah itu. Jika kau mencintainya, membunuhnya bukan dosa. Atau justru lebih berat dosanya? (Halaman 107-108)
“Aku membunuhnya untuk membela diri, dan aku membunuhnya dengan baik. Seharusnya aku tidak pergi terlalu jauh, ikan. Kau juga. Maafkan aku ikan.”

Kini ia merasa di dalam arus melaju menuju pelabuhan kecil. Pelabuhan itu sunyi dan dia arahkan perahunya ke sebidang tempat sempit di bawah tebimg karang. Tak ada seorang pun yang membantunya. Lalu ia menuju ke gubug dan berbaring di ranjang. Saat ia masih tertidur, Manolin datang melongok di pagi buta. Kemudian ia menangis.

Para nelayan heboh tentang ikan tangkapannya yang sepanjang lima setengah meter mulai dari moncong sampai ekor, dan salah seorang nelayan menanyakan mengenai keadaannya. Si anak lelaki itu menjawab ia sedang tidur dan jangan ganggu dia.

Saat lelaki tua itu bangun, anak lelaki itu mengatakan untuk jangan duduk, namun mempersilahkan meminum kopi. Betapa senangnya lelaki tua itu bisa bercerita dengannya tidak seperti saat di laut lepas. Manolin mengajaknya untuk mencari ikan lagi bersama, ia tidak peduli apa kata orang. Namun, Santiago tidak mau. Lalu ia tertidur, si anak lelaki menjaganya  dan bermimipi bertemu singa.

Untuk keseluruhan cerita, sangat direkomendasikan bagi pembaca. Apalagi yang suka dengan laut dan ingin mengetahui hiruk pikuk kehidupan laut. Terlebih gaya cerita penulis yang lebih banyak menggunakan narasi-deskripsi sehingga tidak bosan membacanya, namun sedikit dialog. Jikapun ada hanya di awal dan di akhir, serta dengan dialog dengan dirinya saat terjebak di lautan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saatnya Berbuat Sesuatu

“Suara kalian. Suara lo semua. Bukan gue . Tanpa kalian gue nothing . Yang berhasil adalah kalian. Yang didengar adalah suara kalian. Bukan gue . Masihkah lo pesimis?  Atau lo berani bilang "Ini saatnya gue berbuat sesuatu." Buku “Diary Gue, Diary Loe” karya Melanie Subono (Penyanyi, Aktivis HAM dan Ambasador Pekerja Migran Indonesia di Delapan Negara) yang terbit pada Mei 2014 dengan jumlah halaman 114 menjadi sorotan kedua mataku. Awalnya aku pikir ini sebuah buku yang bercerita mengenai kisah drama percintaan kawula pada umumnya. Ternyata aku salah besar, setelah membaca buku ini. Bahasa yang digunakan dalam buku tersebut menggunakan campuran bahasa, ada bahasa Indonesia, bahasa asing (Inggris) dan logat Jakarta seperti Gue dan Loe . Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami. *** Buku ini bercerita tentang kecintaan penulis terhadap Indonesia khususnya kasus-kasus seperti Kasus Munir, kasus TKW bernama Imas Tati,  kasus seorang anak manusia ber...

Mandiri dalam Berseni

“Kami ingin membuktikan bahwa seniman itu mandiri,   membangun dengan keringat dan uang sendiri seperti dengan pertunjukan serta kreativitas” – Marhalim Zaini (Pendiri Rumah Kreatif Suku Seni Riau / RK-SSR) Beratap daun nipah dan beralaskan kayu menjadi ciri khas Sanggar Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK-SSR) ala rumah kampung dalam berkreatifitas sehari-hari. Pepohonan nan rindang menjadikan udara alami tetap terjaga serta semakin menambah kesejukan serta kenyamanan tempat itu. “Di Riau jarang ada sanggar atau komunitas yang bertahan lama dan memiliki tempat khusus untuk berkreativitas, banyak yang menempati fasilitas pemerintah seperti di Taman Budaya dan Lapangan Paripurna MTQ,” ucap Marhalim. Terdapat dua hal yang melatarbelakangi RK-SSR, 1) kemandirian – lepas dari tangan pemerintah atau tidak dibawah otoritas dari sebuah lembaga apapun. 2), menghimpun pekerja seni di Riau terutama yang memiliki visi serta motivasi yang sama, untuk berkarya yang sama dalam...

Kolaborasi antara Digital dan Kertas

Mengutip peribahasa kuno “ Verba volant scripta manen ” yang mengandung arti apa yang terkatakan akan segera lenyap, apa yang tertulis akan menjadi abadi. Jika dikaji lebih lanjut, maka hal tersebut berkaitan - alangkah baiknya apa yang terbilang untuk segera dituliskan agar tak lenyap. Maka hal itu akan berkaitan dengan si penampung goresan yaitu kertas. Kertas adalah benda yang berbentuk lembaran, dibuat dari bubur kayu yang biasa ditulisi atau untuk pembungkus. Tanpa kertas dunia ini nothing . Banyak fungsi dari kertas yang bisa didapatkan. Pertama , segi pengetahuan yang didapat dari kumpulan lembaran kertas bernama buku. Ia bisa menjadi guru dan juga guru yang tak pernah marah. Perkembangan teknologi menjadikan buku mudah dicari dan didapat. Bagaimana tidak, kini buku hadir dalam genggaman smartphone canggih. Pemilik smartphone hanya tinggal pilih dan unduh aplikasi e-book yang berfarian. Semua itu tinggal bagaimana kita memanfaatkan teknologi. Hal tersebut...