“Kami ingin membuktikan
bahwa seniman itu mandiri, membangun
dengan keringat dan uang sendiri seperti dengan pertunjukan serta kreativitas”
– Marhalim Zaini
(Pendiri Rumah Kreatif Suku Seni Riau / RK-SSR)
Beratap daun nipah dan
beralaskan kayu menjadi ciri khas Sanggar Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK-SSR)
ala rumah kampung dalam berkreatifitas sehari-hari. Pepohonan nan rindang
menjadikan udara alami tetap terjaga serta semakin menambah kesejukan serta
kenyamanan tempat itu.
“Di Riau jarang ada
sanggar atau komunitas yang bertahan lama dan memiliki tempat khusus untuk
berkreativitas, banyak yang menempati fasilitas pemerintah seperti di Taman
Budaya dan Lapangan Paripurna MTQ,” ucap Marhalim.
Terdapat dua hal yang
melatarbelakangi RK-SSR, 1) kemandirian – lepas dari tangan pemerintah atau
tidak dibawah otoritas dari sebuah lembaga apapun. 2), menghimpun pekerja seni
di Riau terutama yang memiliki visi serta motivasi yang sama, untuk berkarya
yang sama dalam konteks tidak terikat atau merasa dikungkung oleh pesan-pesan
tertentu dan bebas mengekspresikan apapun.
Untuk mendapatkan
pelaku teater Dilanggar Todak, Marhalim mengadakan open rekruitment (oprek) di media sosial. Ia mendapatkan 90 lebih
pendaftar yang kemudian ia seleksi sendiri. Hingga mendapat 60 orang yang lalu
tergabung dalam latihan untuk pagelaran Dilanggar Todak. Selama enam bulan
menuju pertunjukan, beberapa mengalami seleksi alam. Sehingga hanya tersisa 50
orang yang bertahan dan mementaskan pertunjukan pada April 2017.
Naskah di Langgar Todak
berasal dari naskah puisi, sehingga karakter dan orang-orangnya ia hubungkan
dengan Todak. Begitu juga dengan naskah Hikayat Orang Laut (HOL). Kemudian
Marhalim olah dengan sedemikian rupa mengkolaborasikan Di Langar Todak (mitos
berkembang di masyarakat Melayu terutama di Singapura) kemudian sejarah,
dongeng dan lainnya.
Selesai dari
pertunjukan teater Di Langgar Todak, Marhalim melakukan pendataan ulang terkait
akankah meneruskan membangun komunitas ini atau tidak. “Jadi, tidak ada paksaan
bagi kawan-kawan dan bebas memilih, kemudian rata-rata memilih bergabung, sejak
saat itu rumah kreatif ini didirikan.”
Sejak saat itu juga
Marhalim beserta kawan-kawan mencari tempat. Hasil dari pertunjukan Di Langgar
Todak, cukup memberikan income. “Tiket
90% habis. Kemudian dana yang tersisa digunakan untuuk menyewa tempat.”
Awal dari proses
pertunjukan teater puisi Di Langgar Todak adalah momentum perdana Marhalim
untuk mendirikan komunitas. Pertunjukan tersebut menjadikan penanda berdirinya
komunitas RK-SSR pada Oktober 2017.
Berdiri di tanah
Melayu, Suku Seni Riau telah terdaftar sebagai lembaga yang legal dengan akte
notaris nomor 138, 14 Desember 2017. Maka, secara sadar komunitas ini turut
bertanggung jawab dan menjadikan kebudayaan Melayu sebagai sumber kekuatan
dalam proses berkesenian. Turut melestarikan seni-budaya tradisional Melayu
dengan cara-cara kreatif dan terus menggali intisari dari jiwa dan semangat
kebudayaan Melayu dalam dunia kesenian modern.
Lalu disusul dengan
membuat program; harian, mingguan, bulanan serta tahunan. Program harian,
setiap hari dibagi menjadi hari teater, sastra, tari, musik, film. “Setiap
jenis seni itu memiliki satu hari yang mereka melakukan proses kreatif dan itu
wajib.”
Program mingguan setiap
senin malam, melakukan bincang karya atau bedah karya. Rabu Malam diskusi seni.
Jumat malam eksplorasi seni atau sebuah ruang laboratorium seni untuk melakukan
percobaan-percobaan, mencari serta menggali unsur-unsur seni yang ditampilkan.
Semua itu lebih ke tahap pencarian bakat. Siapapun yang ingin melakukan
pencarian diperbolehkan bagi setiap anggota. Sabtu sore latihan bersama.
Minggu, gotong royong.
Program bulanan,
melakukan proses kreatif bersama dari semua unsur seni berkolaborasi bersama.
Kemudian setiap tiga bulan sekali, melakukan pertunjukan seni rupa atau
pameran. Misalnya tiga bulan sekali harus pentas tari, berikutnya musik dan
lain-lain.
Program-program
tersebut mempunyai jalur. Dimulai dari pertunjukan atau workshop, pameran,
diskusi, penerbitan, serta rumah baca dan usaha mandiri. “Setiap orang harus memiliki
wawasan seni yang luas, mendalami basic
yang ia punya, tapi harus berpengatahuan luas juga mengenai basic lain, sehingga mereka tidak
terkotak-kotak di dalam satu genre seni saja,” terangnya.
RK-SSR pernah
mendatangkan Tulus Warsito (Perupa Guru Besar Ilmu Politik dan Diplomasi
Kebudayaan UMY) sebagai pemateri diskusi Politik Kebudayaan di Indonesia (24 April
2018) dan Menjinakan Budaya Millenial (11 September 2018). Selain itu juga
pernah mengundang Furqon Elwe (Kartunis) untuk diskusi seni rupa Kartun dan
Literasi Visual Kita.
Tema lain yang diangkat
dalam diskusi seni di RK-SSR seperti Musik dan Realita, Fenomena Generas Sastra
Millenial, Membaca Perkembangan Estetika Tari di Riau, Bincang Etos Kreatif dan
Etos Berkarya (Mengenang Hasan Junus), Menyoal Pendidikan Seni di Riau, Islam
dan Budaya Literasi, serta kegiatan positif lainnya.
Walaupun kegiatan
terkesan padat jadwal, namun Marhalim tidak memaksaan anggotanya untuk ikut
seluruh jadwal. Tapi setiap orang yang datang tetap harus melakukan sesuatu
demi menghasilkan karya. “Kita semua harus terus berkarya untuk mencapai
prestasi, bukan hanya ketika ada event
atau bayaran, kalau disini hanya duduk-duduk saja tentu tidak menghasilkan
karya. Ini adalah bagian dari seleksi alam. Sehingga tinggal 30 orang yang
bertahan,” katanya.
RK-SSR memiliki;
anggota tetap, merupakan ikut dan lolos seleksi. Mempunyai hak dan kewajiban
akan fasilitas dan informasi seputar sanggar. Lalu, anggota tidak tetap yaitu
tidak ikut seleksi,namun mengikuti proses di tengah jalan. Kemudian terdapat
naggota kehormatan dimana bisa memilih dan meminta tokoh masyarakat.
Joni Hendri (Anggota
Tetap / Bendahara) – alumni Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) jurusan teater
– berawal dari kegelisahan mengenai wadah seni di Riau. Lalu, saya bicara ke
bapak (red: Marhalim) untuk membuat wadah seni. Akhirnya bapak pun menyetujui.
April 2018, Joni
menggarap teater untuk anak Sekolah Dasar (SD). Ia ingin mengembangkan budaya
membaca. “Teater bukan hanya bermain maupun menghibur, tapi membiasakan diri
budaya membaca khusunya Riau, setidaknya membaca naskah.”
Menurutnya – Dengan
adanya kesenian, membuat diri menjadi lebih dewasa. Karena adanya proses eksplorasi dan
memberanikan diri di hadapan orang. Serta berkesenian bisa menyelesaikan
masalah baik kepada masyarakat, pemerintah dan siapapun itu.
Begitu juga dengan
Fatma Kumala (Anggota tidak tetap) – Jurnalis salah satu media online dan radio
di Pekanbaru itu mengaku suka puisi dan ingin jadi penulis. Ia ikut pertunjukan
teater Dilanggar Todak, ikut proses latihan dan diskusi bersama tim.
“Sejak diskusi rutin
itu, aku rajin datang, kegiatan seperti ini sangat menambah pengetahuan karena
diskusinya bermacam-macam. Ada bedah buku, film, budaya dan lainnya. Sebagai
seorang yang bekerja di Jurnalistik, menurutku ini perlu untuk pengembangan
diri,” ujarnya.
Suatu ketika, Fatma
dipercaya untuk membawakan satu diskusi bedah film Marlina, si Pembunuh Empat
Babak. Ia terharu mendapat kepercayaan yang istimewa dari RK-SSR waktu itu.
Kebetulan juga saat
wawancara berlangsung, para pelaku seni akan memulai latihan teater Hikayat
Orang Laut (HOL). Yang mana para pemain sudah siap untuk beraksi di atas karpet
biru. Ada yang membawa lilin, abu jaring dan atribut lainnya.
Pagelaran pertunjukan
teater puisi RK-SSR yang ke dua yaitu HOL pada 28-29 Juli 2018. Sebuah tafsir
kreatif atas serpihan riwayat hidup Orang Laut, terutama yang berada di
provinsi Kepulauan Riau. Puisi ini juga karya dari Marhalim Zaini dengan judul
yang sama.
Durasi pertunjukan
teater hanya berkisar 30 menit. Para penonton menikmati setiap gerakan dan
ucapan para pemain teater. Lampu-lampu di ruangan Anjung Seni Idrus Tintin
Pekanbaru menambah kesyahduan.
Pertunjukan yang
memadu-padankan antara kekuatan teks puisi dan eksplorasi teatrikal. Pergulatan
hidup, problematika dan perlawanan-perlawanan dalam diri orang-orang Suku Laut
dalam lintasan sejarah peradaban Melayu disajikan dalam pertunjukan sebagai
kolase-kolase sejarah kecil, yang terpecah-pecah, dalam kitab sejarah yang
redup, dan bahkan belum dituliskan.
Puncaknya dari teater
itu ketika Orang Laut tersangkut jaring-jaring nelayan dan banyak sampah yang
datang ke laut. Mereka menyesal, menangis, dan murka terhadap diri sendiri. Dan
akhir pertunjukan malam itu ditutup
dengan riuh tepuk tangan dari penonton.
Dan kini RK-SSR sudah
membuka oprek yang ketiga kali dengan tampilan yang beda. Diantaranya terdapat kelas
menulis kreatif, kelas membaca puisi dan kelas akting.



Komentar