Langsung ke konten utama

Titik Kumpul Para Pemimpi



“Pare Jahat!”

180 menit berada di dalam bus. Banyak waktu di isi dengan tidur. Itu adalah kebiasaanku ketika berada di segala jenis kendaraan. 

Seorang teman pernah berkata – katanya traveller kok suka tidur! Aamiin... Setiap manusia mempunyai angle berbeda untuk menikmati suasana – ucapku membela diri.

“Heleh,” katanya.

Biar kalau diarsip, nggak sama kaya punya orang lain – ucapku lebih lanjut.
Ia pun tak mau kalah dengan argumennya. “Banyak alasan, lagian juga siapa yang mau sama tulisannya. Dasar tukang tidur!”

Bodo amat, kataku.

Kali itu perjalanan pertama kalinya ia ingin menikmati pesona Jembatan Ampera. Nasib malang menghampirinya. Bus melintasi jembatan seberang ampera. “Sial,” katanya padaku sambil membangunkanku tidur. Aku tertawa keras dan akhirnya dia tidur untuk memanjakan diri sampai tiba di Lampung.
***

Dan yeay akhirnya bus tumpanganku jurusan Surabaya – Blitar – Pare tiba di terminal Pare. Cukup dengan merogoh kantong 30 ribu rupiah tiket Surabaya – Pare dapat di tangan. 

Aku memutuskan untuk “meluruskan kaki” terlebih dahulu. Sambil meluruskan kaki, mataku tertuju pada tulisan “Pentol”. Aku yang penasaran kuhampiri penjual di terminal Pare tersebut. Dengan polos ku tanyakan, sebenarnya apa itu pentol? Si mbak penjual menjawab – bahwasannya pentol ini mirip dengan bakso namun tidak memakai bumbu-bumbuan dan mie layaknya bakso. Hanya kuah, kecap, saos dan sambal.

Berhubung sudah lebih melewati waktu makan siang tepatnya pukul 14.07 WIB, pikirku dengan memakan pentol ini kenyang. Bagiku harganya cukup murah, dua biji pentol seukuran bola ping pong dihargai 1.500 rupiah. Setidaknya empat biji cukup mengisi kampung tengahku. Hangat dalam plastik semakin menambah kenikmatan haqiqi. Sebagai pemula untuk rasa aku beri 7. Dan ternyata selama satu bulan disana nilai untuk rasa itu berubah menjadi 9. Hampir setiap hari membeli pentol, baik ukuran sedang maupun kecil. Pentol juga menjadi jargon saat belajar grammer.

Mulai 25 Juli hingga 25 Agustus 2018 adalah waktu dimana harus bisa berpuasa. Baik berpuasa spoke bahasa maupun lagu yang berbaur Indonesia. Alih-alih demikian disanalah tempat orang dipandang sama tanpa melihat latar belakang dirinya maupun orangtua.


Sebagai makhluk saya merasa bersyukur karena dapat mendatangi tempat ini. Menjadikan berkurangnya kata “Katanya” menjadi oh ternyata. Aku akan bercerita gambaran umum Pare. Bagi yang sudah tau ataupun yang masih samar-samar atau bahkan belum tau, biar makin penasaran. Bahasa kerennye “English Village”. 

 New member ya?,” ucap lelaki perawakan tegap dengan badan cukup berisi, rapi, rambut klimis di salah satu office lembaga di Pare.

Iya, kataku.

Setelah melakukan proses administrasi akhirnya tibalah pada titik dimana dadaku mulai berdebar. Titik dimana semuanya serba baru. Lingkungan baru, orang baru, cuaca baru, dan segala titik baru termasuk bahasa. Dan yang paling berdebar adalah masalah bahasa. Mulai dari pengucapan untuk menjadi sebuah percakapan membentuk sosialisasi. Haruskah aku silent monster?! Jika seperti ini aku tidak akan berkembang. Aku harus bisa seperti jargon “You can do it! Kemauan, usaha keras, dan tidak malu-malu adalah hal yang harus diterapkan disana.

Alhamdulillah terucap padaku setelah keluar dari office. Karena new member diberi waktu tiga hari untuk beradaptasi atau combain bahasa selama tiga hari, tepatnya waktu Jumat sampai Minggu. Meski demikian, kami harus ingat tujuan kami kesini adalah untuk improve speak english. Saat perjalanan menuju camp, aku diantar oleh member lama. Ia sudah dua minggu dan ia berasal dari Kalimantan Timur. Dan ia tingggal di Pare selama dua bulan.

Camp ku dinamai camp 8 - khusus cewe. Tak berhasil mendapat kamar depan, kami menyusur ke arah camp yang di belakang. Tanya – menanya terjadi dikarenakan beberapa member lama belum pulang. Sehingga aku diarahkan untuk mendiami room 2 terlebih dahulu sambil menunggu konfirmasi lebih lanjut. Dan jeng-jeng-jeng. Kebetulan sekali di room tersebut sudah ada new member. 


Untuk mempersingkat waktu kami pun kenalan. Ia adalah Threeza gadis asal Jombang. Baru menyelesaikan pendidikan Senior High School. Seriusan? – kataku.

“Iya, kalau kamu?” tanyanya balik.

Hmmm kekira apa yang akan aku jawab – gumamku dalam hati. Hmm hmmm hmmm apa ya.

“Kasih tau dong, tamat SMA juga tah atau kuliah sebester berapa?” – tanyanya lagi yang mengeluarkan ciri khas logat Jawanya.

Hahaha... masih kaya anak SMA tah? nggak usah lah ya, sepertinya aku paling tua disini.

Ia bersikukuh untuk mengetahui latar belakangku. Akhirnya aku pun terpaksa menjawab dengan nada melas, sebenarnya haha aku tertawa lagi, aku adalah seorang kapiten. Aku tinggal nunggu wisuda.

“O ow, berarti aku manggilnya kaka ya?.”

Nggak usah, panggil nama aja - Kataku. Berhubung disini manggilnya Ms, jadi panggil Ms aja ya biar nggak ketauan tua nya. “Wkwk ok,” katanya.

Selang beberapa waktu, datang lagi new member - Indah gadis asal Malang. Ia juga baru selesai SMA. Sebenarnya ia sudah datang duluan, hanya saja ia pergi membeli peralatan yang diperlukan. Sama seperti Threeza, ia pun menanya latar belakangku.

Saat kami asik bercerita, datang lagi new member – Tiara gadis asal Klaten, Jawa Tengah. Ia mahasiswa semester V di salah satu universitas ternama di Solo tepatnya Fakultas Ilmu Komunikasi yang ia ambil. “Kamu semester tiga ya?,” katanya padaku. Hehe – jawabku.
 
Ngobrol asik berakhir saat panitia memberi informasi kamar. Kami pun terpisah. Aku di room empat, sementara Threeza, Indah dan Tiara di room enam. Setelah pembagian kamar, aku bersama Threeza harus membeli peralatan cuci mencuci. Karena disana tidak disediakan ember, sabun, hanger apalagi mesin cuci. Namun, bagi yang ingin laundry dipersilahkan. 

Para new member berdatangan lagi dan lagi. Waktu mengisahkan kita berkumpul di satu titik. “Bahasa Inggris jika tidak diucapkan itu bulshit! So, you must speak english everyday in here,” ucap salah satu tutor saat pembukaan new member periodeku di malam harinya.

Tegasnya lagi - Dan yang harus kalian ingat rajin, ulet dan menaati peraturan adalah pemenangnya. Sedangkan bagi para pemalas perlahan mundu bahkan sampai memasuki tahap yang disebut Muntaber (Mundur tanpa berita). Kira-kira seperti ini.

Pukul 05.30 kami harus berkumpul di depan office. Guna melakukan introductions one by one. New member maupun old member saling memperkenalkan diri. Setelah mendengar perkenalan diri, dari sabang sampai merauke ada. Kala itu aku lebih mengingat asal daerah mereka bukan namanya. Hal itu terbawa sampai ke kelas. 

“Kenapa asalku yang kamu ingat, bukan namaku?” ucap teman-temanku, khususnya mereka yang dari Cilacap, Makassar, Jakarta dan Bau-bau.

Hehe maaf, mari sebut lagi namamu, biar aku ingat. Mereka adalah Lintar (Cilacap), Nisa (Makassar), Regita, Fika (Jakarta), dan Aldi (Bau-bau).

Acara demi acara kami lalui- introductions, games, dan changes a give di malam harinya. Sampai akhirnya balajar sesuai kelas masing-masing yang di mulai sejak senin.

***
Dalam proses belajar, kami harus bekerjakeras. Setiap hari terdapat lima kursus yang selalu ada memorize or homework. Berbeda dengan sekolah ataupun kuliah yang dikumpul seminggu dua kali maupun seminggu sekali. Namun, ini setiap hari.
 
Semua yang disana merasakan, awalnya rajin, lama-lama jenuh, akhirnya jadi kebiasaan dan menjadi terbiasa. Saat proses jenuh, rasa makan dan minum seperti hanya lewat sana di mulut. Tak terasa. Meski makanan itu kami beli dengan harga yang di atas normal. Tidur tak teratur. Satu persatu berjatuhan sakit. Saat itulah, kami harus mengingat tujuan awal yaitu berhasil di improve bahasa Inggris.

 “Jika kalian ngigau dan mimpi dengan bahasa inggris, itu artinya kalian sudah bekerjakeras dan mendekati berjhasil,” ucap seorang tutor dengan tawa yang khas hahahhahaha yang panjang.

Hari demi kami jalani proses belajar mengajar. Tugas demi tugas kami kerjakan, ada public speaking, real speaking / conversation, grammar, prononsation, vocabulary – bagi beginner dan intermediet. Berbeda dengan kelas toefl dan ielts yang fokus pada materi. Sementara bagi yang program beasiswa ketika sudah memasuki bulan ketiga biasanya mereka akan menjalani training sebagai tutor. Tergantung pada sebuah lembaganya. Ada juga program teaching clinik – khusus mereka yang ingin menjadi tutor.



Dalam proses belajar, untuk menghilangkan kejenuhan member, biasanya para tutor mempunyai metode tersendiri. Ada yang belajar sambil rekreasi. Selain itu di setiap Kamis akan ada a round Pare, dari hampir seluruh lembaga kursus disana. Tujuannya untuk saling berkenalan satu sama lain. Ujung-ujungnya tugas conversations dengan lembaga lain. Kalian juga harus mencoba bedak tabur dan masker kopi guys. Guna meramaikan kelas.



Ya, pernah suatu pagi ketika materi real speaking, kami di ajak belajar di sebuah Gedung Tua. Gedung tersebut berada di tengah persawahan baik padi, jagung maupun tebu.

Pukul 05.30 WIB kami berangkat bersamaan dari office untuk menuju lokasi tersebut. Berjalan kaki sudah menjadi ciri khas di Pare. Berkisar 15 menit sampailah kami di tempat. Kami juga melewati sebuah makam seberang gedung tersebut. Selain horor dengan memorize horor juga perjalanan kami.
Terimakasih juga untuk sepeda Lintar yang menemaniku di lembaga lain selama dua minggu. Yang kelasnya berbeda-beda dan jauh. Lengkap sudah dua minggu jalan dan dua minggu gowes.



Tenang guys, tidak perlu takut. Karena gedung tua itu sungguh keren. Beberapa gedung tak berpenghuni tersebut sudah menjadi tempat alternative belajar, diskusi maupun wisata bagi kami pendatang.

Tutor kami bernama Ms. Aulia. Aku biasa memanggil Ms Aul, kebetulan aku pernah sekamar denganya selama beberapa hari. Ia dari Makassar dan baru selesai SMA. Ini adalah kali pertama ia menjadi tutor setelah tiga bulan menempuh perjalanan belajar di Pare. Ia adalah pengganti tutor yang pertama, karena melanjutkan study ke luar negeri.
 
Setelah menjadi tutor Ms Aul harus pindah camp, itulah peraturan disana. Yang menjadi tutor juga yang menjadi leader camp.

Ada juga Ms. Sulis – asli Cilacap – tutor Public Speaking. Bahagiaku menyertai pertemuan ini sejak malam keakraban sebagai sedulur Republik Ngapak inyonge hehe. Saat itu memasuki bulan ketiga dan harus siap menjalani training sebagai tutur. Ia adalah penerima beasiswa Kampung Inggris.

Sebelum di Pare, ia pernah mengenyam sebagai mahasiswi bahasa Inggris di Universitas Terbuka. Selain itu, ia gemar mengikuti kegiatan sosial dan sering menjadi volunter. Ia pernah mengkampanyekan untuk diet make up dan sabun serta makanan ataupun minuman cepat saji. “Tanpa disadari air yang kita gunakan kembali ke tanah, jadi kita harus menjaga agar air tetap stabil,” tuturnya dalam salah satu kesempatan perkenalan.

Lebih lanjut - awalnya aneh waktu tidak memakai make up, meski yang  dipakai bedak dan lipstik katanya sambil ketawa, namun lama-lama menjadi terbiasa. Dan tanpa disadari beban kulit diwajah menjadi semakin ringan.

Menurutnya – mengenai makanan dan minuman, jika menuruti ego segala macam jenis pasti akan dibeli. Baiknya kita mengetahui efek atau dampak dari yang makan dan minum tersebut di masa yang akan datang. Selain itu juga berolahraga adalah pola dari hidup sehat.

Dalam ceritanya juga ia ingin menulis dan menerbitkan buku. Kini ia sudah berhasil menerbbitkan karyanya tersebut semasa akan selesai dari Pare.

Sedangkan yang menggantikan Ms. Sulis kala itu adalah Ms. Aisyah. Lebih tepatnya change a tutor everyweek. Ms. Aisyah asli Kediri – ratu grammar di lembaga tersebut, baik beginnger, intermediet serta toefl ia yang pegang. Wah, bukan?

Mencintai dan menyukai alam, menikmati hijaunya dan semilirnya angin, katanya padaku saat mendaki di puncak Sunrise Bromo. Itu adalah kali kedua ia pergi ke sana.

Mr. Kiki yang ingin disapa adek Iki ketika di luar kelas – tutor prononsation. Ia sudah tiga tahun menjadi tutor. Ia baru selesai SMP. Kini ia sudah nyaman menjadi tutor. Ia juga menjadi businessman kaos Pare. Baginya, sukses punya jalannya masing-masing.

Lanjut ke Mr. Mardin. Ia pun menyelesaikan pendidikannya di SMP. Tutor blasteran papua dan sulawesi berkat kerja kerasnya selama di Pare akhirnya menjadi tutor. Ia memegang prononsation. Ia juga jago ngerep. Sehingga saat materi prononsation berlangsung ia mengajari kami ngerep untuk memudahkan TTOTD (Tang Twister of The Day).

Masih banyak lagi guys. Bahkan ada yang rela meninggalkan pekerjaannya demi ke Pare supaya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ms. Sita, contohnya. Ia tinggal di Tangerang – saat kuliah kuliah ia mengenyam pendidikan di kesehatan. Saat bekerja ia di divisi humas lembaga pemerintah. Setelah selesai dari Pare, ia kembali ke jalur kesehatan.

Threeza yang aku ceritakan di awal tadi, ia ke Pare karena tidak bakal mungkin melanjutkan kuliah. Dan ia ingin kursus di Pare yang juga atas dukungan orangtuanya. Dimana di daerahnya ia tinggal, terdapat sebuah pabrik, maka dari itu selesai dari Pare ia akan bekerja disana.

Ms. Yuzra – tetangga sebelah yang suka kabur dari kamar. Ia sedang menyenyam pendidikan S2. Selain itu kesehariannya bekerja di salah satu lemabaga konservasi. Ia ke Pare, selain improve juga ingin memperbaiki toefl.

Ada Ms. Miftah – gadis Makassar yang sama-sama berlatar belakang komunikasi seperti aku. Ia sudah selesai S1. Sebagai jurusan komunikasi yang akrab dengan jurnalis maka kemampuan bahasa adalah hal utama, termasuk bahasa Inggris yang dirasa saat ini sudah menjadi bagian yang harus dikuasai. Ia pun ke Pare. Ia hanya dua minggu. Karena ia harus job interview di salah satu tv di Makassar.

Bahkan ada satu yang selesai SMP kursus di Pare. Atas perintah orangtuanya ia lakukan dengan tulus. Karena baginya tidak mungkin melanjutkan SMA. Setelah selesai dari Pare, ia akan kursus menjahit. Semoga bisa menjadi kebanggan orangtua dan menjadi penjahit sukses dengan kemampuan bahasa Inggrismu, Dewi.

Aku menyebutnya Rancus si Pelaut. Ia lelaki Batak yang mengadu nasib di Jakarta dengan jurusan pelayaran. Kala di Pare ia sedang libur dan ia memanfaatkan waktu liburnya dengan belajar guna meningkatkan tes bahasa inggrisnya usai liburan. 

Adalagi Ms. Nita – gadis Makassar yang baru selesai SMA. Ia ke Pare karena ingin diterima di kampus negeri. Dan Ms. Aziz gadis Bekasi pun demikian. Serta Ms. Nadya – asal Bekasi yang ke Pare ingin improve dan tes Ielts, karena ia akan melanjutkan pendidikan tinggi di Malaysia. Ms. Mita si newroomate – semoga kamu bisa cerewet kaya kami wkwk. Dan Ms. Resti – semoga segera menikah aamiin. Untuk yang paling lama di Pare Ms. Dilla si ukhti asal Makassar – sukses dan bahagia selalu. Dan untuk juga Leni serta Silvi si medok lancar selalu kuliahnya begitu juga beginner 1, Listening 1, Grammer 1, Listening 1, Speaking 1 dan Reading for toefl.

Eh ada yang ketinggalan Ms. Milad – keturunan Jawa yang tinggal di Riau. Ia adalah tutor di lembaga yang berbeda. Ia mengajar prononsation dan listening. Dan ia adalah penerima teaching clinik selama 10 bulan di Pare. Sebelum menerima teaching clinik ia sempat kursus di Pare terlebih dahulu. Teaching clinik diperuntukan bagi yang benar-benar ingin menjadi pengajar. 


Di Pare banyak yang latar belakangnya berbeda dan akhirnya menjadi tutor atau bahkan ingin intens bahasa Inggrisnya. Para training tutor diajarkan untuk tukar materi, supaya tidak gagap dalam menjelaskan materi. Dalam hidup siapapun bisa menjadi apa, dengan rajin, ulet dan tidak goyah di tengah jalan.


Ada juga dua uncle asal Borneo. Kami memanggilnya uncle karena faktor usia, namun semangatnya luar biasa dlam belajar. Mereka seorang sarjana yang sudah berumah tangga dan dikarunia anak. Mereka adalah teman sekelasaku di Speaking 1. Serta ada satu uncle lagi asal papua, ia adalah dosen. Dan ia menjadi teman sekelasku di Listening 1 dan Reading for Toefl.


Oya guys, jika kalian ke Pare, jangan lupa makan Tansu atau ketan susu. Rasanya beraneka ragam. Belum ke Pare kalau belum makan tansu – katanya.

Dan juga jika kalian ke Pare, ingat mimpi dan tujuan awal untuk perbaiki bahasa Inggris, bukan untuk hal lainnya seperti jalan-jalan. Karena di Pare banyak banget sajian untuk jalan-jalan. Seperti ke Bromo, Kelud, Pantai, Bali, Jogja dan lainnya. Liburan boleh, namun harus bisa tahan godaan ya guys. You must struggle!



Alhamdulillah juga di sana aku bertemu dengan teman magangku waktu di Jakarta. Serta ketemu panitia acara Pers Mahasiswa sewaktu di Lampung. Aku berharap kalian bisa ke Pare dan Pare, take me back!





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saatnya Berbuat Sesuatu

“Suara kalian. Suara lo semua. Bukan gue . Tanpa kalian gue nothing . Yang berhasil adalah kalian. Yang didengar adalah suara kalian. Bukan gue . Masihkah lo pesimis?  Atau lo berani bilang "Ini saatnya gue berbuat sesuatu." Buku “Diary Gue, Diary Loe” karya Melanie Subono (Penyanyi, Aktivis HAM dan Ambasador Pekerja Migran Indonesia di Delapan Negara) yang terbit pada Mei 2014 dengan jumlah halaman 114 menjadi sorotan kedua mataku. Awalnya aku pikir ini sebuah buku yang bercerita mengenai kisah drama percintaan kawula pada umumnya. Ternyata aku salah besar, setelah membaca buku ini. Bahasa yang digunakan dalam buku tersebut menggunakan campuran bahasa, ada bahasa Indonesia, bahasa asing (Inggris) dan logat Jakarta seperti Gue dan Loe . Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami. *** Buku ini bercerita tentang kecintaan penulis terhadap Indonesia khususnya kasus-kasus seperti Kasus Munir, kasus TKW bernama Imas Tati,  kasus seorang anak manusia ber...

Mandiri dalam Berseni

“Kami ingin membuktikan bahwa seniman itu mandiri,   membangun dengan keringat dan uang sendiri seperti dengan pertunjukan serta kreativitas” – Marhalim Zaini (Pendiri Rumah Kreatif Suku Seni Riau / RK-SSR) Beratap daun nipah dan beralaskan kayu menjadi ciri khas Sanggar Rumah Kreatif Suku Seni Riau (RK-SSR) ala rumah kampung dalam berkreatifitas sehari-hari. Pepohonan nan rindang menjadikan udara alami tetap terjaga serta semakin menambah kesejukan serta kenyamanan tempat itu. “Di Riau jarang ada sanggar atau komunitas yang bertahan lama dan memiliki tempat khusus untuk berkreativitas, banyak yang menempati fasilitas pemerintah seperti di Taman Budaya dan Lapangan Paripurna MTQ,” ucap Marhalim. Terdapat dua hal yang melatarbelakangi RK-SSR, 1) kemandirian – lepas dari tangan pemerintah atau tidak dibawah otoritas dari sebuah lembaga apapun. 2), menghimpun pekerja seni di Riau terutama yang memiliki visi serta motivasi yang sama, untuk berkarya yang sama dalam...

Kolaborasi antara Digital dan Kertas

Mengutip peribahasa kuno “ Verba volant scripta manen ” yang mengandung arti apa yang terkatakan akan segera lenyap, apa yang tertulis akan menjadi abadi. Jika dikaji lebih lanjut, maka hal tersebut berkaitan - alangkah baiknya apa yang terbilang untuk segera dituliskan agar tak lenyap. Maka hal itu akan berkaitan dengan si penampung goresan yaitu kertas. Kertas adalah benda yang berbentuk lembaran, dibuat dari bubur kayu yang biasa ditulisi atau untuk pembungkus. Tanpa kertas dunia ini nothing . Banyak fungsi dari kertas yang bisa didapatkan. Pertama , segi pengetahuan yang didapat dari kumpulan lembaran kertas bernama buku. Ia bisa menjadi guru dan juga guru yang tak pernah marah. Perkembangan teknologi menjadikan buku mudah dicari dan didapat. Bagaimana tidak, kini buku hadir dalam genggaman smartphone canggih. Pemilik smartphone hanya tinggal pilih dan unduh aplikasi e-book yang berfarian. Semua itu tinggal bagaimana kita memanfaatkan teknologi. Hal tersebut...