Setiap
melangkah, manusia selalu meninggalkan jejak. Jejak yang ditinggal bukan hanya
langkah kaki, tingkah laku serta perbuatan menjadi hal yang harus
dipertanggungjawabkan. Seperti pepatah – "dimana bumi dipijak, disana langit
dijunjung". Berkaitan dengan segala hal, termasuk wisata.
Dalam
hal wisata, ada yang bernama tempat wisata ada juga berwisata atau mengunjungi
tempat wisata. Tempat
wisata menjadi tujuan orang untuk berwisata. Setiap daerah kini gencar
mengkampanyekan wisata. Baik wisata budaya, alam maupun wisata buatan. Hal ini
menjandikan Indonesia semakin terkenal di kancah dunia. Tidak hanya Bali yang
punya Nusa Penida, Papua dengan Raja Ampatnya, Nusa Tenggara Timur punya Pulau
Komodo, Magelang dengan Candi Borobudurnya, Batik Solo, Malioboro Jogjakarta
serta daerah-daerah Indonesia lain yang punya khas wisata tersendiri. Termasuk
Riau yang punya Selat Bono, Bakar Tongkang serta Pacu Jalur.
Para wisatawan semakin dengan mudah berwisata karena banyaknya tempat wisata yang tersedia. Belum lagi Indonesia terkenal dengan gunung-gunungnya yang menantang adrenalin serta laut lepasnya yang menggelegar untuk dikunjungi. Semua itu harus dijaga sesuai dengan peraturan, baik kearifan lokal maupun kesadaran tersendiri saat berkunjung ke tempat wisata.
Tempat
wisata semakin menarik dengan penambahan fasilitas dan juga properti. Hal
tersebut menjadi daya tarik bagi wisatawan. Untuk mengabadikan moment,
contohnya. Kementrian Pariwisata (Kemenpar) pun unjuk gigi untuk mendukung
perkembangan pariwisata Indonesia menjadi ekonomi kreatif. Pada 2018, Kota
Pahlawan julukan dari ibukota Jawa Timur yaitu Surabaya menyandang award
sebagai “Kota Terbaik Bidang Pariwisata Wonderful Indonesia Tourism Award 2018”.
Hal tersebut terjadi tidak lepas dari kerjasama pengelola wisata maupun
pengunjung yang menaati peraturan.
Lokasi
wisata yang asri, bersih, indah menjadi daya tarik lembaga maupun instansi
untuk memberi apresiasi seperti beriklan di lokasi tersebut. Dapat dijumpai di
iklan layanan masyarakat di banyak media. Tak ayal kalender-kalender pun meniti
jejak iklan disana.
Selain
itu, tanggal di kalender juga semakin ditandai banyak orang untuk mengikuti
festival ataupun event. “Sepanjang 2018 tercacat tiga ribu even diselenggarakan
yang dikelola oleh berbagai kalangan,” menurut Menteri Pariwisata RI Arief
Yahya dalam sambutannya di buku 100 Wonder Calender of Event. (tirto.id – Daftar 10 Festival Budaya
Nasional Sepanjang Tahun 2018).
Dari
100 even tersebut diseleksi lagi menjadi 10 top even. Tahun 2018 ini pula
ditetapkan sebagai Tahun Visit Wonderful Indonesia. 10 top even tersebut
meliputi: Java jazz, pesta kesenian Bali, Jember festival carnaval, Iron man
70.3 Bintan, festival payung Indonesia, Sanur village festival, karnaval
kemerdekaan, grnad karnaval Indonesia, Banyuwangi ethno carnival dan Borobudur
marathon. Bravo buat pariwisata
Indonesia!
Hal
baik dalam berwisata meninggalkan jejak langkah seperti yang diulas di atas.
Tugas yang harus dipikul adalah mempertahankan wisata Indonesia untuk semakin
menjadi bahari. Bukan malah tidak bertanggungjawab atas jejak langkah yang
ditapaki.
Meski
peraturan demi peraturan terpampang rapi di lokasi wisata namun masih ada saja
yang melanggar. Buang sampah sembarangan, misalnya, serta merusak atau
menginjak tanaman. Demi hasil foto atau dokumentasi lain yang maksimal. Itu
adalah contoh yang tidak sepatutnya ditiru.
Buang
sampah sembarangan menjadi momok jelek bagi lokasi wisata tersebut. Selain
tidak enak dipandang mata, hal tersebut malah akan menjadi boomerang jika tidak ada sanksi tegas. Bisa jadi lokasi wisata
tersebut gulung tikar.
Tidak
semua lokasi wisata mempunyai pekerja bagian kebersihan, contohnya jika wisata
alam ke gunung, maka sampah yang dihasilkan harus dibawa turun lagi. Sedangkan
lokasi wisata yang sudah terdapat titik pembuangan sampah mohon agar membuang
sampah pada tempatnya dan sesuai dengan kategori sampah (organik dan
anorganik). “Kebersihan adalah sebagian daripada iman”.
Sangat
disayangkan ketika jenis sampah sudah terkumpul rapi. Namun, pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) segala jenis sampah disatukan atau dicampuradukan.
Inilah problem yang belum terpecahkan
hingga sekarang. Lalu siapa yang salah?
Seperti
pada November 2018 lalu, dihebohkan dengan fenomena paus sperma yang mati di
peraiaran Wakatobi. “Dalam perut paus sepanjang 9,6 meter itu ditemukan sampah
palstik yang jumlah cukup besar yakni sekitar 5,9 kg.” (https://regional.kompas.com/read/2018/11/20/14571691/sampah-plastik-59-kg-ditemukan-dalam-perut-paus-yang-mati-di-wakatobi).
Sadar
akan wisata dan sadar akan sampah menjadi hal krusial dalam negeri ini. Satu
sama lain harus bekerjasama, bahu membahu supaya dapat terselesaikan. Karena
tidak hanya lokasi wisata yang gulung tikar namun efek dari sampah akan
berdampak pada kesehatan dan lingkungan. Tanggungjawab jejak langkah, menjadi bukti
nyata setiap individu melakukan solusi bukan polusi.


Komentar