Kertas
dan Peradaban menjadi tema Workshop dan Pelatihan Menulis yang ditaja oleh
Qureta, bekerjasama dengan APP Sinarmas. Materinya meliputi Industri Pulp
and Paper di Indonesia (APKI), Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Menuju
Industri Hijau Pulp and Paper (APHI), Menjaga Pertumbuhan Ekonomi dan Merawat
Hutan, Penyebaran Ide dan Publikasi Tulisan di Media Online, serta menulis
Essai.
26
peserta dari berbagai latar belakang siap memasuki Ballroom Hotel
Royal Asnof, Pekanbaru. Acara yang diselenggarakan oleh Qureta ini berlangsung
pada 14 – 17 November 2017, tidak hanya itu, peserta juga mengikuti fieldwork ke Pabrik Kertas APP
Sinarmas di Perawang.
Lutfhi
Assaukhafani (Pendiri Qureta), dalam sambutannya ungkapkan alasan diangkatnya
tema tersebut, karena isu lingkungan sangat penting dan luas sehingga hanya
mengambil mengenai kertas dan peradaban, dilain sisi juga untuk keselarasan
budaya membaca masyarakat Indonesia.
“Negara
maju seperti Amerika yang penggunaan teknologi semakin pesat, kebutuhan kertas
juga berimbang, dengan demikian semakin modern suatu bangsa, semakin tinggi
konsumsi kertas,” jelasnya.
Industri Pulp
and Paper di Indonesia seperti yang disampaikan oleh Aryan Warga Dalam,
mulai dari proses pembuatan kertas, pohon industri pulp and paper,
jenis-jenis kertas, industri pulp and paper di Indonesia, keunggulan
kompetitif, potensi dan prospek, tren ekspor dan impor, proyeksi pengembangan,
industri pulp and paper berkelanjutan dan tantangan era digital.
Semuanya dijelaskan dengan apik dan ringkas.
“Dulu
pembuatan kertas hanya dapat menggunakan serat panjang dari kayu Akasia
misalnya, saat ini sejak adanya perkembangan teknologi serat pendek sudah
bisa,” katanya.
Industri pulp
and paper di Indonesia memiliki 84 izin perusahaan, namun hanya 72 yang
aktif. Yaitu 2 industri pulp, 6 industri pulp and kertas serta
64 industri paper. Sedangkan 12 lainnya telah tutup atau tidak beroperasi.
Adapun
soal produksi kertas di Indonesia, cukup signifikan. Produksi kertas di tahun
2016, pulp 8,3 juta ton dan paper 18,5 juta ton. Produksi
itu kemudian meningkat menjadi 10 juta ton pada 2017. “Produksi kertas sejak
2012 hinggga 2017 mengalami peningkatan produksi sebesar 4,8 juta ton,”
tegasnya.
Jenis-jenis
produksi kertas meliputi kertas budaya (Kertas tulis cetak, kertas koran,
kertas berharga dan kertas sembahyang), kertas industri (Karton,
kertas craft pelapis, kertas bergelombang, pembungkus dan kertas
semen) serta kertas lainnya (kertas tisu dan kertas rokok). “Indonesia menempati
urutan ke-enam produksi kertas di dunia. Riau sebagai central kertas
tulis cetak,” imbuh Aryan.
Menurut
Badan Pusat Statistik tahun 2017 (BPS), kebutuhan kertas dan produk percetakan
akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2%
dan pertumbuhan industri kertas dan produk percetakan pada tahun 2016 sebesar
2,16%.
Aryan
juga jelaskan, meskipun penggunaan data elektronik atau internet telah tumbuh
dengan pesat namun permintaan akan kertas tulis cetak di dalam negeri masih cukup
menjanjikan. Mengingat keunggulan kertas, dibandingkan dengan data dan media
elektronik seperti kenyamanan, kedalaman informasi, sertas tidak tergantung
pada baterai.
Indonesia masuk ke enam besar sebagai
produsen kertas di dunia. Semakin modern suatu bangsa, semakin tinggi fungsi
kertas. Produksi kertas di Indonesia tidak hanya untuk buku saja, banyak macam
lainnya seperti kertas sembahyang, karton, kertass budaya, kertas industry,
kertas pelapis, tisu, kertas kado, pembungkus nasi dan kertas rokok.

Sumber Daya Hutan, Indonesia
memiliki hutan seluas 120,64 juta hektar, dibagi menjadi kawasan hutan konservasi
22,11 juta hektar atau 18%, hutan lindung atau hutan alam 29,68 juta hektar
atau 25% dan Hutan Tanaman Industri (HTI) 68,85 juta hektar atau 57%.
Pemanfaatan HTI yang sebesar 68,85 juta hektar dibagi menjadi hutan alam 19,21
hektar, hutan tanaman 10,79 hektar, restorasi ekosisitem 0,62 juta hektar,
HHKB/HTR/HKM/UJL 0,20 hektar dan arahan pemanfaatan 30,03 juta hektar.
Purwadi
Supriyanto (Direktur Eksekutif APHI) menyampaikan bahwa sumber daya hutan
Indonesia memiliki keunggulan seperti iklim yang mendukung, sehingga dalam
jangka waktu 5 hingga 6 tahun sudah dapat di panen. banyaknya jenis komersial yang berniai tinggi, serta ketersediaan tenaga
kerja yang banyak lagi produktif.
Jika dicermati, sektor
kehutanan (berbasis industri) terhadap Gross Domestic Product (GDP)
nasional Indonesia berkontribusi sebesar 1,63% di tahun 2016 dari total luas
hutan 120.640 x 1000 hektar (World Forest Report 2011). Kontribusi ini
didasarkan pada produk-poduk kayu (0,62%), industri pertukangan (0,26%),
dan pulp & paper (0,72%). Indonesia berada di urutan
keenam dalam sector produksi.
“Dengan wilayah hutan
yang begitu luas, seharusnya Indonesia mampu menjadi pemimpin dunia dalam hal
pemanfaatan pengembangan hutan alam beserta produk-produknya,”jelasnya.
Tak salah ketika Presiden
Jokowi menegaskan pentingnya terobosan baru dalam pengelolaan hutan. Menurut
Jokowi, pengelolaan hutan Indonesia masih berada pada posisi yang sangat
monoton tanpa pembaharuan. Jokowi pun menegaskan bahwa Indonesia perlu belajar
dari Swedia dan Finlandia. Dua negara tersebut mampu mencapai 70-80 persen
tingkat perekonomiannya yang berasal dari pengelolaan hutan.
Mengenai deforestasi dan
degradasi terhadap hutan, masalah tersebut selalu muncul di permukaan. Terlebih
jika berbicara kertas. Perubahan peruntukan
lahan menjadi non-hutan mengakibatkan adanya deforestasi, misalnya pengalihan
fungsi hutan menjadi lahan sawit. “Padahal, hutan tanaman dibangun dengan
sistem silvikultur intensif. Hutan jenis ini sangat berkontribusi menyerap
emisi karbon, terutama di kawasan gambut," tambahnya.
Tak hanya itu, Purwadi juga katakan bahwa asal usul kayu dapat dilacak.
Dan tidak masuk logika jika perusahaan menggunakan kayu ramin. Limbah kertas
dan sawit saat ini sudah dapat digunakan sebagai pembangkit listrik dan gas.
Hal tersebut Amerika sudah memanfaatkannya.
“Bahan kimia berbahaya harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
alam dan bahkan sekarang sudah ada perusahaan yang menampung limbah.”
Membakar kertas, membakar pohon, bagaimana penanganannya? Ditempat foto
kopian maupun kantor-kantor sudah ada penampungnya. Kertas bekas jika diolah
kembali bisa dipakai 4-5 kali. Kertas koran yang tak dipakai bisa langsung di
impor. Sementara kertas kardus mie yang cenderung murah cepat sekali lapuk
namun berbeda halnya dengan kertas coca cola tiu memiliki kualitas tinggi
sehingga mahal.
Komentar